Kamis, 15 Maret 2012

PUPUK KIMIA: PENYUBUR ATAU POLUTAN?



Pupuk kimia atau an-organik adalah bahan kimia sintetis sebagai hasil rekayasa industri yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman dengan maksud untuk mencukupi kebutuhan nutrisi esensial tanaman.

Kalau pupuk memang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, bagaimana bisa pupuk justru menjadi biangkerok pencemaran lingkungan pada tanah dan air?


PUPUK KIMIA DI INDONESIA
Beberapa jenis pupuk kimia yang umum digunakan antara lain:

UREA adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Pupuk Urea berbentuk butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia NH2 CONH2, merupakan pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air (higroskopis). Pupuk urea yang dijual di pasaran biasanya mengandung unsur hara N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg urea mengandung 46 kg Nitrogen.

SP-36 merupakan sumber hara fosfor bagi tanaman. Pupuk SP – 36 berbentuk butiran berwarna keabu – abuan. Unsur hara Fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut dalam air. Pupuk ini tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik. Sesuai dengan namanya(SP-36) kandungan hara Fosfor dalam bentuk P2O5 pada pupuk ini yaitu sebesar 36%.

Majemuk NPK merupakan jenis pupuk yang mengandung unsur hara makro Nitrogen (N), Phospor (P), dan Kalium (K). Pupuk ini berbentuk butiran (prill) dengan bulatan besar berwarna merah bata. Pupuk ini termasuk pupuk yang tidak mudah menyerap air, sehingga tahan disimpan lama di dalam gudang. Kandungan Nitrogen, Phospor dan Kalium pada pupuk NPK yang dijual di pasaran ini bervariasi.

Penggunaan pupuk kimia di Indonesia merupakan bagian dari program revolusi hijau pada awal orde baru (tahun 1969) yang bertujuan untuk mendorong produktivitas pertanian tanaman pangan (baca: padi).

Gebrakan revolusi hijau mencapai masa keemasan pada tahun 1980-an. Pada waktu itu pemerintah orde baru mengkomando penanaman padi dengan bibit impor dan pupuk kimia sehingga Indonesia berjaya sebagai Negara swasembada beras.

Pada tahun 1990-an dosis pemakaian pupuk kimia mulai meningkat karena petani merasa penggunaan dosis sebelumnya dirasa tidak mencukupi untuk (sekedar) mempertahankan tingkat hasil panen. Sehingga walaupun lahan pertanian produktif semakin menyempit, tetapi permintaan pupuk kimia tidak ikut surut.

Kini pemerintah justru kewalahan karena pupuk kimia mendapat subsidi dari APBN yang nilainya terus membengkak akibat naiknya biaya produksi sehingga subsidi terus menerus ditambahkan untuk menjaga tingkat harga eceran tertinggi (HET). Namun kenyataannya petani tidak pernah menikmati subsidi tersebut akibat permainan kotor mafia pupuk dari tingkat produsen, distributor hingga level pengecer.

DAMPAK PUPUK KIMIA
Menurut Altieri (2000); pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian, tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan adanya penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya degradasi (pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian. Alasan utama kenapa pupuk anorganik menimbulakan pencemaran pada tanah adalah karena dalam prakteknya banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan pupuk buatan ( anorganik ) yang terus- menerus akan mempercepat habisnya zat- zat organik, merusak keseimbangan zat- zat hara di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman.

Akibat pencemaran dari limbah industri dan pemakaian pupuk anorganik yang terlalu banyak secara terus menerus menyebabkan unsur hara yang ada di dalam tanah semakin menurun. Di Indonesia, sebagian besar lahan pertanian telah berubah menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang telah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66% dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang ada. Kesuburan tanah di lahan- lahan yang menggunakan pupuk anorganik dari tahun ke tahun terus menurun.

PENCEMARAN OLEH PUPUK NITROGEN (UREA, ZA, NPK)
Tindakan pemupukan yang menggunakan pupuk Anorganik, dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pemakaian pupuk nitrogen (baca: Urea, ZA, Phonska) pada lahan pertanian dengan tanaman berupa padi dan sayur merupakan pemakaian nitrogen tertinggi pada lahan pertanian, bahkan sering tidak sesuai dengan rekomendasi pemakaian pupuk (Tupamahu, 1997).

Selain merusak komposisi hara tanah, pemberian pupuk nitrogen juga berdampak buruk pada air tanah. Sehingga berpotensi mencemari air sumur yang dimanfaatkan oleh manusia. Kandungan nitrogen yang berlebihan dalam air tanah dapat menyebabkan diare campur darah, gangguan mental, dan metheglobin anemia yaitu suatu kondisi dimana Hemoglobin darah tidak mengikat oksigen tetapi bereaksi dengan ion nitrat dan nitrit. Pada bayi, methemoglobin anemia sering dijumpai karena pembentukan enzim untuk
menguraikan Metheglobinaema Hemoglobin masih belum sempurna, sehingga bayi akan kekurangan oksigen dan mukanya tampak membiru yang dikenal sebagai penyakit blue babies (Soemirat, 2002)

PUPUK FOSFAT (SP-36, TSP, SUPERPHOS) & EUTROFIKASI
Masalah eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air tawar lainnya. problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah danau dan ekosistem air lainnya. melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci diantara nutrient utama tanaman karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) di dalam proses eutrofikasi. Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Lake Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena alga bloom selama delapan tahun pengamatan. sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat) disamping karbon dan nitrogen terbukti nyata mengalami alga bloom.

Tindakan manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan perairan menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi, dimana terjadi peningkatan konsentrasi fosfat dalam air. Dari data yang  diperoleh Morse et al, aktivitas masyarakat di era modern dan semakin besarnya populasi manusia menjadi penyumbang lepasnya pospat ke lingkungan air diantaranya (Wikipedia. 2008).

Kandungan fosfat yang terlalu banyak mengakibatkan meningkatnya laju pertumbuhan alga atau tumbuhan berukuran mikro untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat. Eutrofikasi ini jelaslah dapat mengganggu kehidupan organisme air yang lain yang ada di dalamnya sehingga dampak yang lebih lanjut dan kompleks ialah dapat merusak dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan di daerah itu. Tumbuhan yang mengalami proses blooming akan membutuhkan kadar akan oksigen lebih banyak dari jumlah biasanya sehingga kadar oksigen dalam perairan itu akan berkurang. Selain itu, alga yang telah mati dan mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan organik untuk berbagai mikroorganisme seperti bakteri. Bakteri mendegradasi materi organik menjadi anorganik melalui proses metabolisme yang membutuhkan oksigen.

Baca juga:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar