Pupuk kimia atau
an-organik adalah bahan kimia sintetis sebagai hasil rekayasa industri yang
ditambahkan pada media tanam atau tanaman dengan maksud untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi esensial tanaman.
Kalau pupuk memang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman, bagaimana bisa pupuk justru menjadi biangkerok pencemaran lingkungan pada tanah dan air?
PUPUK KIMIA DI INDONESIA
Beberapa jenis pupuk kimia yang umum digunakan antara lain:
UREA adalah pupuk
kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Pupuk Urea berbentuk
butir-butir kristal berwarna putih, dengan rumus kimia NH2 CONH2, merupakan
pupuk yang mudah larut dalam air dan sifatnya sangat mudah menghisap air
(higroskopis). Pupuk urea yang dijual di pasaran biasanya mengandung unsur hara
N sebesar 46% dengan pengertian setiap 100 kg urea mengandung 46 kg Nitrogen.
SP-36 merupakan
sumber hara fosfor bagi tanaman. Pupuk SP – 36 berbentuk butiran berwarna keabu
– abuan. Unsur hara Fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya
larut dalam air. Pupuk ini tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan
cukup lama dalam kondisi penyimpanan yang baik. Sesuai dengan namanya(SP-36)
kandungan hara Fosfor dalam bentuk P2O5 pada pupuk ini yaitu sebesar 36%.
Majemuk NPK merupakan
jenis pupuk yang mengandung unsur hara makro Nitrogen (N), Phospor (P), dan
Kalium (K). Pupuk ini berbentuk butiran (prill) dengan bulatan besar berwarna
merah bata. Pupuk ini termasuk pupuk yang tidak mudah menyerap air, sehingga
tahan disimpan lama di dalam gudang. Kandungan Nitrogen, Phospor dan Kalium
pada pupuk NPK yang dijual di pasaran ini bervariasi.
Penggunaan pupuk kimia di Indonesia merupakan bagian dari
program revolusi hijau pada awal orde baru (tahun 1969) yang bertujuan untuk
mendorong produktivitas pertanian tanaman pangan (baca: padi).
Gebrakan revolusi hijau mencapai masa keemasan pada tahun
1980-an. Pada waktu itu pemerintah orde baru mengkomando penanaman padi dengan
bibit impor dan pupuk kimia sehingga Indonesia berjaya sebagai Negara
swasembada beras.
Pada tahun 1990-an dosis pemakaian pupuk kimia mulai
meningkat karena petani merasa penggunaan dosis sebelumnya dirasa tidak
mencukupi untuk (sekedar) mempertahankan tingkat hasil panen. Sehingga walaupun
lahan pertanian produktif semakin menyempit, tetapi permintaan pupuk kimia
tidak ikut surut.
Kini pemerintah justru kewalahan karena pupuk kimia mendapat
subsidi dari APBN yang nilainya terus membengkak akibat naiknya biaya produksi
sehingga subsidi terus menerus ditambahkan untuk menjaga tingkat harga eceran
tertinggi (HET). Namun kenyataannya petani tidak pernah menikmati subsidi
tersebut akibat permainan kotor mafia pupuk dari tingkat produsen, distributor
hingga level pengecer.
DAMPAK PUPUK KIMIA
Menurut Altieri (2000); pupuk anorganik secara temporer
telah meningkatkan hasil pertanian, tetapi keuntungan hasil panen akhirnya
berkurang banyak dengan adanya penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang
timbul akibat adanya degradasi (pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian.
Alasan utama kenapa pupuk anorganik menimbulakan pencemaran pada tanah adalah
karena dalam prakteknya banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan pupuk buatan
( anorganik ) yang terus- menerus akan mempercepat habisnya zat- zat organik,
merusak keseimbangan zat- zat hara di dalam tanah, sehingga menimbulkan
berbagai penyakit tanaman.
Akibat pencemaran dari limbah industri dan pemakaian pupuk
anorganik yang terlalu banyak secara terus menerus menyebabkan unsur hara yang
ada di dalam tanah semakin menurun. Di Indonesia, sebagian besar lahan
pertanian telah berubah menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang telah masuk
dalam kondisi kritis mencapai 66% dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang
ada. Kesuburan tanah di lahan- lahan yang menggunakan pupuk anorganik dari
tahun ke tahun terus menurun.
PENCEMARAN
OLEH PUPUK NITROGEN (UREA, ZA, NPK)
Tindakan
pemupukan yang menggunakan pupuk Anorganik, dapat menimbulkan masalah bagi
lingkungan. Pemakaian pupuk nitrogen (baca: Urea, ZA, Phonska) pada lahan
pertanian dengan tanaman berupa padi dan sayur merupakan pemakaian nitrogen
tertinggi pada lahan pertanian, bahkan sering tidak sesuai dengan rekomendasi
pemakaian pupuk (Tupamahu, 1997).
Selain
merusak komposisi hara tanah, pemberian pupuk nitrogen juga berdampak buruk
pada air tanah. Sehingga berpotensi mencemari air sumur yang dimanfaatkan oleh
manusia. Kandungan nitrogen yang berlebihan dalam air tanah dapat menyebabkan
diare campur darah, gangguan mental, dan metheglobin anemia yaitu suatu kondisi
dimana Hemoglobin darah tidak mengikat oksigen tetapi bereaksi dengan ion
nitrat dan nitrit. Pada bayi, methemoglobin anemia sering dijumpai karena
pembentukan enzim untuk
menguraikan
Metheglobinaema Hemoglobin masih belum sempurna, sehingga bayi akan kekurangan
oksigen dan mukanya tampak membiru yang dikenal sebagai penyakit blue babies
(Soemirat, 2002)
PUPUK FOSFAT
(SP-36, TSP, SUPERPHOS) & EUTROFIKASI
Masalah eutrofikasi
baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau
dan ekosistem air tawar lainnya. problem ini disinyalir akibat langsung dari
aliran limbah danau dan ekosistem air lainnya. melalui penelitian jangka
panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa
menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci diantara nutrient utama
tanaman karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) di dalam proses eutrofikasi.
Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap
Lake Erie (ELA Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang
hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena alga bloom
selama delapan tahun pengamatan. sebaliknya, bagian danau lainnya yang
ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat) disamping karbon dan nitrogen
terbukti nyata mengalami alga bloom.
Tindakan manusia yang tidak ramah terhadap
lingkungan perairan menyebabkan terjadinya proses eutrofikasi, dimana terjadi
peningkatan konsentrasi fosfat dalam air. Dari data yang diperoleh Morse et al, aktivitas masyarakat
di era modern dan semakin besarnya populasi manusia menjadi penyumbang lepasnya
pospat ke lingkungan air diantaranya (Wikipedia. 2008).
Kandungan fosfat yang terlalu banyak
mengakibatkan meningkatnya laju pertumbuhan alga atau tumbuhan berukuran mikro
untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat. Eutrofikasi ini jelaslah dapat
mengganggu kehidupan organisme air yang lain yang ada di dalamnya sehingga
dampak yang lebih lanjut dan kompleks ialah dapat merusak dan mengganggu
keseimbangan ekosistem perairan di daerah itu. Tumbuhan yang mengalami proses
blooming akan membutuhkan kadar akan oksigen lebih banyak dari jumlah biasanya
sehingga kadar oksigen dalam perairan itu akan berkurang. Selain itu, alga yang
telah mati dan mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan organik
untuk berbagai mikroorganisme seperti bakteri. Bakteri mendegradasi materi
organik menjadi anorganik melalui proses metabolisme yang membutuhkan oksigen.
Baca juga:
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar